Friday, January 16, 2009

Rumah

Dua puluh lima tahun yang lalu saya secara khusus belajar soal rumah, baik perencanaan, perhitungan, maupun pembangunannya. Bagi saya saat itu, merancang rumah itu meng-aku, proses menjadi aku. Bermalam-malam saya bisa asyik memegang rapido (jaman itu kami belum mengenal computer dan program AutoCad). Angan terumbar. Ide tertuang jadi sebuah gambar yang siap untuk teralisir dan alam nyata.

Dua malam yang lalu saya bersama sahabat saya mengunjungi rumah seorang karyawan saya. Dari petunjuk yang dia berikan paginya, saya sudah memiliki dugaan bahwa rumahnya ada di tempat yang jauh. Peta kota yang saya punya tidak memuat lagi jalan-jalan di sekitar rumahnya karena sudah termasuk daerah luar kota. GPS yang saya hidupkan juga sudah tidak memperlihatkan jalan-jalan yang ada.

Setelah berputar-putar, akhirnya saya menemukan rumah karyawan tersebut. Sebuah rumah 27 m2 saya masuki. Hampir-hampir saya tidak melihat tempat kosong di situ. Semua harta benda langsung terlihat jelas tersebar di semua sudut ruangan, begitu kita melewati pintu depan. Saya tersedak, mendadak ingat kamar-kamar di rumah saya yang rata-rata seluas 36m2. Beruntung saya memilih kamar yang tergolong kecil, "cuma" 18 m2 saja. Betapa kontrasnya hidup. Satu orang yang mengikrarkan diri ingin hidup miskin karena motivasi yang luhur dan ilahi, tetapi memperoleh fasilitas yang begitu sempurna. Apakah yang dapat saya katakan ketika membandingkan bahwa sebuah luasan dihuni oleh sebuah keluarga besar dan luasan yang sama dipakai hanya untuk sebuah kamar tidur.

Saya khawatir saya mati rasa. Barangkali saya terlalu banyak melihat penderitaan umat manusia: orang miskin Yogya, para pengungsi di Timor, Ambon, Aceh, Thailand, Kamboja, dst. Tetapi saya ingin tetap mempertahankan perhatian yang ingin saya berikan kepada orang lain.

Thursday, January 1, 2009

Komunikasi

Banyak pendekatan terhadap teknik berkomunikasi. Ada yang menyorotinya dari segi psikologis, artinya: kemampuan atau ketidakmampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain itu didasarkan pada kualitas diri orang. Bahaya dari pendekatan psikologis adalah deterministik. Kalau seseorang dilahirkan dengan kemampuan berkomunikasi yang baik, maka dia pasti bisa berkomunikasi dengan baik. Sebaliknya kalau seseorang tidak memiliki kemampuan berkomunikasi, maka orang itu tidak akan mampu berkomunikasi dengan baik.

Meskipun pendekatan psikologis itu mempunyai andil dalam hal kemampuan seseorang berkomunikasi dengan baik, tetapi sebenarnya komunikasi itu dapat dipelajari. Dari pengalaman hidup kita dapat belajar bagaimana berkomunikasi yang baik. Artinya, kalau cara berkomunikasi saya buruk, maka orang lain tidak dapat menerima pesan saya.

Saya kembali mengalami kesulitan dalam komunikasi sesampai di Indonesia. Komunikasi di sini bukan berarti bahasa yang saya kuasai, akan tetapi bagaimana seseorang menyampaikan pendapatnya.

Baru beberapa bulan kembali ke Indonesia, saya mulai sering merasakan betapa komunikasi di sini diandaikan begitu saja. Saya merencanakan sesuatu, dan saya mengandaikan orang lain tahu apa yang saya rencanakan. Saya memikirkan bahwa orang lain harus mengerjakan sesuatu, tetapi saya tidak pernah mengatakan kepada orang tersebut pengandaian saya.

Dalam waktu satu minggu, sudah dua kali saya terkena dampak buruknya komunikasi antar manusia. Ada tugas mingguan yang diberikan kepada saya di beberapa tempat. Saat saya datang ke tempat itu, ternyata tuan rumah merencanakan untuk tidak mengadakan kegiatan yang sudah dijadwalkan seminggu sekali itu. Sayangnya tuan rumah tidak memberitahu saya lebih dahulu, sehingga saya sudah terlanjur datang untuk melaksanakan tugas. Tentu saja hal ini membuat saya jengkel. Apa sulitnya berkomunikasi di jaman sekarang. Tuan rumah tahu nomor telepon rumah saya, tahu nomor HP saya, tahu alamat e-mail saya, mengapa tidak memberitahu?

Belum lagi mental orang kita yang tidak menjawab. Saya berusaha memberikan pujian/apresiasi terhadap seseorang, dan orang tersebut hanya diam saja. Tentu saja ini membingungkan karena saya tidak tahu apakah orang tersebut dapat menerima pujian saya atau tidak.

Pengandaian, itu adalah hal buruk yang perlu sedikit demi sedikit diubah. Berapa kali kita menerima sms dan tidak membalasnya karena mengandaikan orang yang mengirim sms tahu bahwa kita sudah menerima sms nya. Berapa kali kita menerima bantuan ataupun pemberian seseorang dan tidak berterima kasih karena mengandaikan bahwa orang lain tahu kita sudah berterima kasih.

Pengandaian juga bisa jatuh pada judgement (penilaian) yang salah. Kita mengandaikan seseorang sedang marah karena dia tidak tersenyum, padahal dia sedang membutuhkan konsentrasi mengerjakan sesuatu, dan sama sekali tidak marah.

Barangkali saya terlalu idealis